WCPT
meyakini bahwa seorang fisioterapis, sebagai profesi yang mandiri,
harus memiliki kebebasan untuk melaksanakan penilaian dan pengambilan
keputusan secara profesional, di mana pun ia melakukan praktek
fisioterapi, selama hal tersebut masih dalam pengetahuan, kompetensi dan
ruang lingkup praktik fisioterapi.
Fisioterapis
bekerja sebagai praktisi yang mandiri sekaligus sebaga anggota tim
layanan kesehatan, dan patuh terhadap terhadap prinsip-prinsip etika
WCPT, kode etik dan best practice di negara tempat ia melakukan praktek
fisioterapi. Fisioterapis mampu bertindak sebagai praktisi kontak
pertama, dan pasien/klien dapat meminta langsung layanan fisioterapi
tanpa harus ada rujukan dari profesi kesehatan lainnya, meliputi promosi
kesehatan, pencegahan, pemeriksaan/penilaian, evaluasi,
intervensi/penanganan dan evaluasi hasil. Tindakan seorang fisioterapis
adalah tanggung jawab sendiri, dan keputusan profesional yang ia buat
tidak dapat dikontrol atau diganggu gugat oleh yang mempekerjakannya,
profesi kesehatan lain atau pihak mana pun.
Selain
menjelaskan kemandirian fisioterapis, Deskripsi WCPT tentang
fisioterapi menyatakan bahwa prinsip etika mengharuskan fisioterapis
untuk menghargai kebebasan pasien/klien atau wali dalam mencari layanan
fisioterapi.
WCPT mendorong organisasi anggotanya untuk mendukung dan mengupayakan:
- Pemenuhan persyaratan pendidikan profesi dasar fisioterapi yang berpedoman pada persyaratan yang ditetapkan oleh WCPT
- Pengakuan pemerintah dan profesi lain tentang fisioterapi sebagai suatu profesi yang mandiri
- Pasien / klien memiliki akses langsung ke fisioterapi dan layann fisioterapi yang membolehkan adanya rujukan sendiri dari pasien (self-referall)
- Pelaksanaan prosedur yang menunjang pengorganisasian fisioterapi secara mandiri dan bertanggung jawab
Di Indonesia, kemandirian profesi fisioterapi diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 80 Tahun 2013
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar